Dulu, waktu nge-kos di Jogja, aku sering dibuat pusing oleh tingkah anak bungsunya ibu kos yang saat itu baru berusia tiga tahun.
“Tu, wa, ga, mpa...”. Pokonya kalo di tangga udah kedengaran suara cadel diiringi langkah-langkah kecil seperti ini, para ‘penduduk lantai atas’ alias anak-anak kos langsung heboh.
“Pengacau datang...!! Tutup Semua pintu!!” Barang-barang berharga pun ‘diamankan’. Dan sang monster cilik itu pun tiba dengan cengirannya yang khas. Langsung dia beraksi menggapai-gapai dan melempar semua benda yang menurutnya lucu kalo dilempar, hehe...
Monster cilik itu bernama Tulpin. Nama sebenarnya Alvin. Kulitnya putih bersih, bibirnya merah, kalo nyengir mirip banget sama ibunya, lucu, deh! Seperti anak sebayanya yang lain, dia punya hobi ngacak-ngacak dan melempar. Sudah banyak korban berjatuhan, dari mulai benda sekecil flash disk yang dilemparnya dari puncak tangga ke lantai bawah sampe telor mentah setengah kilo yang dimuncratkannya ke lantai kamarku (walopun udah dipel berkali-kali, ‘wangi’-nya masih tercium berhari-hari).
Selain hobi melemparnya yang nyebelin itu, ada satu hal yang suka bikin aku gemes dan kadang ketawa ngakak. Meski umurnya genap tiga tahun, tapi dia masih menggunakan bahasa alien. Sebagai contoh, sapaannya yang biasa padaku adalah, ‘Ba Nda a-i apa-i?’ yang artinya adalah ‘Mbak Mida lagi ngapain?’
Itu sih masih mending. Nah, suatu ketika, saat aku asyik membaca, dia lagi anteng memasukkan balok-balok kayu kecil yang bergambar huruf dan angka ke dalam sebuah kotak. Tiba-tiba dia mengacungkan kotak penuh balok kayu itu kepadaku sambil berseru, “Abua!”
“Apa, De?” Tanyaku bingung.
“Abua!” Ulangnya.
“Apaan sih ‘abua’?”
“Abua...,” katanya mengacung-acungkan kotak yang dipegangnya.
“Nggak ngerti, ah.”
“Abuaaa...” Kayaknya dia mulai kesal. Biasanya dia akan keukeuh mengulangi kata-katanya sampe yang diajak bicara mengerti apa maksudnya. Gawatnya, kalo kita nggak ngerti juga dia bakal nangis.
“Oh, oke, deh, abua...,” kataku dengan menambahkan dalam hati ‘whatever it is’. Untungnya dia baek, nggak nangis dan kemudian menumpahkan isi kotaknya lalu kembali memasukkan balok-balok kayu itu satu persatu.. Aku pun meneruskan membaca. Saat pengasuhnya datang, aku bertanya, “Mbak, ‘abua’ apaan sih?”
“Apa, De?” Mbaknya juga ternyata nggak ngerti, padahal dia satu-satunya penerjemah si Tulpin :D.
“Abua...” Tulpin mengulangi kata ajaibnya sambil kembali mengacungkan kotak penuh balok kayu warna-warni. Berkali-kali kami menebak maksudnya, tapi Tulpin tetap menggeleng. Akhirnya aku dan pengasuhnya terdiam, mikir, mengira-ngira kata apa yang bunyinya mirip ‘abua’ tapi berhubungan dengan kotak dan balok kayu.
“Ooooh....” Tiba-tiba pengasuhnya nyengir, “Nggak muat, ya, De?”
“Iyaaa.” Tulpin mengangguk senang.
Astaga...! Rupanya untuk membesarkan anak, kita harus punya kamus bahasa Alien! :D