Wilujeng Sumping...

Ini blog seorang mida, yang -seperti manusia lainnya- punya banyak kisah dan masalah untuk diceritakan dalam perjalanan hidupnya. Silakan masuk, duduk di mana aja dan baca-baca sesuka hati. Mau teh atau kopi? ^_^

09 Juni 2009

Nightmares in Bali

Satu hal yang teramat dirindukan selama di Bali adalah suara adzan. Syukurlah ada manusia bumi yang berinisiatif memasukkan fasilitas alarm ke dalam HP, hingga aku bisa bangun pagi meskipun sedang 'libur'. Mulanya agak-agak kehilangan orientasi gara-gara perbedaan waktu satu jam lebih cepat, tapi lama-lama terbiasa juga.

Sarapan pertama di hotel, aku bertanya bisik-bisik pada karyawan di situ apakah daging yang digunakan daging sapi? Dia tersenyum dan mengatakan bahwa masakan itu dari daging sapi dan dirinya juga muslim hingga aku tak usah khawatir dengan masakan di sana. Btw roti lilitnya enak banget... apa ya namanya? Diolesin salted butter, yummm... ^_^

Selesai sarapan, kami bertemu pihak Hotel Patra untuk mem-fix-kan beberapa hal (boring deh...). Kami juga memesan mobil sewaan untuk menjemput para bos di bandara. Begitu para pejabat itu datang, ternyata mobilnya jadi penuh dengan barang-barang bawaan mereka. Terpaksalah Mbak Muti dan Vira naik taksi, sementara aku terjebak sendiri di dalam mobil yang mengantar para bos ke hotel. Hwah, mati gaya, deh... Setelah berputar-putar ke Hard Rock lalu Aston, bosku yang sudah kupesankan kamar di Hotel Kartika Discovery malah langsung ke Hotel Patra untuk mengecek persiapan ruangan. Yah, dan mimpi buruk pun dimulai....

Pertama aku ditegur karena backdrop yang diantar ternyata dilipat, bukan digulung, hingga bos memaksa untuk menyetrika backdrop segede gaban itu agar terlihat rapi (akhirnya dipesan lagi backdrop yang lebih bagus dengan harga 3,5 juta di percetakan lain... Ye... salah sendiri, aku ga tau apa-apa soal percetakan di Bali mendadak dangdut disuruh pesen dari Cirebon, ketemu di internet yang harganya hampir sama dengan percetakan disini ya langsung pesen aja daripada telat). Udah gitu, aku ditegur lagi karena buklet workshop yang dibawa dari Cirebon ternyata potongannya ga rapi dan kurang kertas kosong. Aku kemudian ditugaskan mencari percetakan yang bisa membongkar semua buklet dan menjilid ulang dalam waktu semalam.

Diantar Bli Ketut Wira, aku mencari percetakan yang masih buka menjelang maghrib. Tiap nemu tanda percetakan langsung berhenti dan harus kecewa karena rata-rata percetakan di sana tutup jam 5 sore. Ada yang masih buka, ga punya alat buat ngejilid pake ring kawat. Setelah berputar-putar, ketemu tempat penjilidan yang masih buka di Denpasar. Mereka mematok harga dua kali lipat tambah uang lembur karena diperkirakan buklet selesai tengah malam. Karena pusing, aku menyanggupi.

Ketika kembali ke hotel, aku kembali ditegur bos karena harusnya aku menunggu hingga mereka menyelesaikan satu buklet sebagai contoh. Gila... Udah gitu aku lupa kalo kamar yang dipesankan untuk bos harusnya dikonfirmasi sebelum jam enam sore, kalo nggak, reservasinya bakal dihapus (secara harga kamar per malamnya setara gajiku sebulan). Mati... mati...! Dengan panik luar biasa, aku menelpon hotel Kartika yang ternyata bagian reservasinya udah tutup. Ketika tersambung dengan bagian resepsionis, bicaraku udah ga karu-karuan. Untunglah dia bilang kamarnya masih available... Alhamdulillah.... Kalo nggak, besoknya aku jadi pengangguran gara-gara bos ga dapet kamar. Fiuhhh....

Selesai dengan urusan hotel untuk bos, aku kembali diantar oleh Bli Ketut ke tempat percetakan. Karena bos tak ingin pemotongan kertas dilakukan dengan cutter manual, aku minta mereka mengerjakan ulang pembongkaran buklet agar bisa dipotong dengan mesin potong (yang ternyata masih manual juga). Menunggu hasilnya, Bli Ketut mengajakku makan di sebuah warung Jawa Timur yang ayam gorengnya enak banget. Sepanjang jalan aku dan dia jadi curhat-curhatan. Untunglah dia menghiburku hingga aku masih bisa ketawa-ketawa meskipun kepalaku rasanya udah penuh api dan asap (halah...).

Selesai makan, kami kembali ke tempat percetakan dan menunggu hingga buklet selesai. Lewat tengah malam, ketika seluruh buklet selesai dijilid ulang, kami langsung menuju Jimbaran untuk menempel stiker sponsor di bagian covernya. Aku mendapat sms bahwa bos ingin melihat buklet yang telah selesai. Busetttt....! Jam setengah tiga aku ke Hotel Kartika, cenga-cengo karena hotel udah sepi, tinggal beberapa bule masih kongkow-kongkow di lobby. Tengsin berat, aku menanyakan nomor kamar bosku ke resepsionis. Ampyun deh... disangka aku cewek panggilan kali ya, dateng jam segitu nanyain kamar bos...

Buklet s**lan itu jadinya masih amburadul karena pisau mesin potongnya tumpul. Bos melihat hasilnya dengan kecewa tapi tetap berterima kasih padaku (entah untuk apa). Jam tiga pagi aku kembali ke Hotel Patra dan menemukan Vira serta Putri tertidur di ruang Klungkung. Mas Santoso, yang membawa mobil dari Cirebon berisi barang-barang keperluan sekretariat tiba tak lama kemudian. Baru jam empat pagi kami pulang bersama-sama ke Palm Beach.

Bayangin, deh, harusnya sebelum jam delapan kami sudah stay tune di tempat workshop. Begitulah, kami semua bangun kesiangan.... Dan sepanjang hari itu (juga hari-hari berikutnya) semua berjalan kacau... Ada banyak kemarahan, emosi, stres, saling menyalahkan, kesalahpahaman... Hingga di hari terakhir workshop aku menyempatkan diri lari ke toilet buat nangis saking ga tahan lagi dengan semua kekacauan ini (cengeng, deh...). Acaranya terlalu dipaksakan dan anggotanya belum kompak, sementara para bos menginginkan perfection (not only excellence) hingga ke tiap detailnya (well, every boss acts like it, right?).

Sampai-sampai Pak Umar, driver dari kantor Cirebon yang sering mengantarku keluar-masuk percetakan, menghiburku dengan kata-kata bijaknya melihatku menahan amarah dan tangis begitu. Lillaahi ta'ala, katanya, pasti ada hikmah yang bisa diambil dari semua kejadian ini. Begitu pula Mama yang menghiburku lewat telepon. Alhamdulillah aku masih memiliki orang-orang tercinta di sekitarku.

Hari Sabtunya, karena semua workshop udah selesai, aku dan Mbak Mutia memutuskan memanjakan diri seharian. Tawaran bos untuk ikut rafting di Telagawaja kami tolak dengan mantap. Kami bangun siang, berfoto-foto di pantai, pergi membeli oleh-oleh ke Pasar Sukowati (naik taksi sampe kantong jebol), berdesak-desakan di Joger dan makan malam di mall Discovery. Seumur hidup baru kali ini, deh, nemu mall yang pintu belakangnya langsung ke pantai yang indah banget!

Ah sayang, besok paginya kami sudah berlari-lari di bandara kayak orang gila gara-gara telat check in, hampir ketinggalan pesawat. Udah gitu, cuaca buruk bikin pesawat goyang terus sampe Mbak Muti ga henti-hentinya komat-kamit berdzikir. Sampai di Cengkareng langsung carter mobil APV menuju stasiun Gambir. Berangkat setelah makan siang, kereta Cirebon Express yang kami tumpangi tiba di Cirebon sekitar pk. 16.30 WIB. Di dalam mobil menuju kantor, kami semua hanya bisa tertawa dengan penampilan kami yang kusut banget. Orang lain kalo pulang dari Bali bawaannya keren dan cerah ceria. Sementara kami pulang dengan wajah stres, kurang tidur dan sakit hati karena hampir seminggu berada di romantisme Bali tanpa pasangan.

Ah, Bali... Lain kali aku akan mengunjungimu dengan membawa cinta yang banyak, insya Allah... ^_^

Bali Blues

Tanggal 31 Mei, hujan turun dengan derasnya menjelang dini hari. Mataku kayak dilem, susah banget ngebukanya... padahal aku udah janji mau pergi ke kantor sebelum tengah malam gara-gara persiapan workshop gila itu (benci, deh, kalo mengingat pekerjaan yang dilakukan tanpa persiapan dan koordinasi yang cukup begitu). Akhirnya aku terjaga sekitar pukul 02.30, mengumpulkan nyawa lalu mandi dan membangunkan seseorang lewat telepon untuk sahur. Jam 03.30 baru aku berangkat ke kantor.

Di sana, kutemui wajah-wajah kuyu kurang tidur. Tak banyak yang bisa kulakukan gara-gara printer ngadat, padahal pekerjaanku banyak tergantung pada benda itu. Pukul 05.00 aku kembali ke kos untuk mengambil travel bag. Pukul 05.30, aku, Mbak Mutia dan Putri pun meluncur menuju Jakarta, mampir di kantor pusat di Patra Jasa untuk mengambil beberapa barang lalu ke bandara. Perasaanku campur aduk, antara kesal dan ngeri mengingat banyak pekerjaan yang belum terselesaikan, padahal kami hanya punya waktu satu hari lagi.

Gawatnya, tak ada seorang pun yang ngeh kami dipesankan pesawat apa. Begitu sampai di bandara, dengan terburu-buru kulihat amplop tiket dan muncul logo Lion Air. Tak banyak waktu lagi untuk check in, maka kami segera menuju terminal 1A dan shock melihat antriannya.... Gile... hari Senin begini orang-orang pada mau ke mana, sih?

Setelah antri lama, berpanas-panas ria dan perut keroncongan karena belum makan dari malam sebelumya, ternyataaa.... Mbak di counter Lion Air itu memberitahukan bahwa tiket Lion Air yang kami punya untuk penerbangan Denpasar-Jakarta, bukan sebaliknya. Penerbangan Jakarta-Denpasar ternyata menggunakan Batavia Air. Ah, monyong! Kami jadi berjalan tergesa-gesa menuju terminal 1B. Untunglah di sana tidak ada antrian. Selesai check in, kami langsung membeli donat sebungkus. Baru makan setengah biji, udah boarding. Nasib... Nasib....

Menginjak tanah Bali, koq rasanya biasa aja ya... Padahal ini pertama kalinya aku ke sana, lho! Yang tergambar di pikiranku malah pekerjaan dan pekerjaan. Dijemput oleh Pak Nyoman dan langsung diantar menuju hotel Palm Beach, hotel 'bunga' yang letaknya berdekatan dengan Holiday Inn. Kamar panitia di Hotel Patra Bali harus rela digusur gara-gara peserta workshop banyak yang menginginkan menginap di sana.

Tapi fasilitas kamar tetap oke, sih, menurutku. Ada AC dan bathtub dengan air panas. Cuma chanel TV-nya lokal (ga masalah, toh aku juga jarang nonton TV). Pemandangan ke swimming pool juga lumayan dengan pohon-pohon rindang tumbuh di sekitarnya.

Malam pertama di Bali.... Wkwkwkwk... kesannya...
Yupz, malam yang pertama di Bali ini aku dan Mbak Mutia kebingungan mencari makanan halal. Kami memutuskan berjalan kaki dan akhirnya menemukan rumah makan Padang yang pemiliknya orang Jawa, hehe... Jauh-jauh ke Bali makannya nasi Padang juga....

Acara berikutnya berjalan kaki menuju hotel Patra, melewati jalan setapak dengan lampu-lampu taman di Pantai Segara yang indaaaaaaaaah... banget. Agak menyedihkan, sih, seperti Harun bilang, ke Bali itu harus dengan pasangan. Suasana kafe dengan lampion-lampion dan lilin di pinggir pantai, alunan musik easy listening, kerlipan lampu-lampu di kejauhan, bintang-bintang di langit dan deburan lembut ombak, ya ampyunnnnnnnnn.... romantis banget.... Mana bule-bule itu juga pada berpasang-pasangan lagi.... Bikin ngiri aja...


Setelah mengecek barang-barang yang telah dikirim ke hotel dan mengecek ruangan untuk acara, kami kembali ke hotel Palm Beach. berusaha mengistirahatkan pikiran dan menyongsong esok yang penuh drama karena para big boss empunya acara akan datang menggunakan pesawat siang.

08 Juni 2009

Rafting di Ciberang



Hwaa... Hampir sebulan ini ga ngisi blog... padahal banyak banget yang mau diceritakan....

Cerita yang ini udah agak basi, sih, tapi nggak apa-apa lah... ^_^ Setelah gonta-ganti tanggal, akhirnya diputuskan tanggal 17 Mei 2009 lalu, kami berangkat ke Banten untuk rafting di Sungai Ciberang. Menjelang musim kemarau, grade sungai ini "cuma" 2 sampai 3+. Awalnya aku agak under estimate gitu, soalnya waktu rafting di Sungai Citanduy, Tasikmalaya, yang sungainya lebih dalam dan grade-nya lebih tinggi, pengarungannya kurang seru.

Dengan meminjam mobil kantor, kami berempat (aku, Mbak Mutia, Harun dan Irfan) berangkat dari Cirebon pk. 11.00 WIB, mengambil jalur Indramayu-Cikampek-Jakarta-Banten. Banyaknya perbaikan jalan membuat perjalanan terhambat karena terhadang macet. Kami akhirnya sampai di Jakarta menjelang sore. Menurutku, ibukota terlihat lebih indah kalo malam (ga terlalu sumpek, ga keliatan sampah-sampah dan manusia-manusia diburu waktu dan uang, ai... ai...). Aku sampai berkomentar bahwa aku lebih suka membesarkan anak-anakku kelak di kampung, bukan di kota besar yang sumpek dan materialistis seperti Jakarta. Biar dia masih bisa bermain di sawah, melihat kerbau dan malamnya mengaji di musala (yang langsung diketawain Harun dan Mbak Muti). Ye... namanya juga pendapat, boleh dunk... ^_^

Setelah keluar-masuk pintu tol, kami keluar dari tol Balaraja Timur menuju Takara Golf-Tenjo-Jasinga-Cipanas. Meeting point disepakati di basecamp Banten Rafting. Dari Cipanas ke meeting point, kami melewati pesantren modern La Tansa yang luasnya berhektar-hektar dan terletak di lembah sehingga mudah terlihat dari jalan, wuiiii.... Kayaknya asik juga tuh mondok di situ, asal kuat aja menahan keinginan ke mall atau bioskop XXI, hehe...

Kami tiba sekitar waktu Isya. Langsung disuguhi ubi rebus dan teh panas di saung-saung yang ada di basecamp. Dilanjutkan dengan makan malam ala Sunda (termasuk sambal dan karedok, nikmat banget!!!). Selesai makan, kami berendam di kolam Cipanas. Eh, lagi asik menikmati suasana Cipanas malah mati lampu, hahaha... Kasian yang lagi pada berendam. Tapi taburan gemintang di langit jadi terlihat jelas... Indahnyaaaaaaaa.... ^_^

Udah kenyang, udah berendam air panas, tinggal kantuk yang tersisa. Kami tidur di lantai atas rumah kayu milik Banten Rafting. Bergelimpangan begitu saja di lantai kayu, padahal dini hari udaranya dingin sampai kita menggigil... Tapi mata udah ga kuat melek lagi, hehe...

Minggu pagi... Rencananya, sih, kita mau jalan ke air terjun sambil menunggu rombongan dari Jakarta. Taunya, rencana tinggal rencana... Selesai sarapan, para cowok malah pada merem lagi... Jadilah aku sama Mbak Muti turun ke pinggiran sungai terus jadi banci tampil alias foto-foto, hihihihi... dasar centil! ^_^


Rombongan dari Jakarta baru sampai ke meeting point sekitar pukul sepuluh. Saat pemanasan, hujan turun tanpa diduga. Tapi ternyata Tuhan berbaik hati, begitu selesai pemanasan dan kami siap 'terjun' ke sungai, hujan berhenti dan cuaca menjadi cerah kembali, alhamdulillah...

Tak seperti Sungai Cimanuk Garut dan Citanduy Tasik yang airnya berwarna coklat, Sungai Ciberang terlihat jernih. Meskipun grade-nya rendah, ternyata jeram-jeramnya asik buat dilalui. Skipper-nya juga banyak yang iseng. Instruksi-instruksi yang diberikan malah sengaja membuat perahu kami menabrak batu, saling bertabrakan dengan perahu lain atau bahkan membalikkan perahu hingga semua rafter tercebur ke sungai. Saat games, aku juga sempat panik saat terjatuh dari perahu. Untungnya Harun yang sama-sama terjatuh mengingatkanku untuk tetap tenang dan mengingatkan posisi tubuh yang aman agar aku bisa terapung dengan life jacket yang kupakai, hehe... Jadi malu.... Soalnya ternyata sungainya lebih dalam dari yang kukira.

Setelah beristirahat menikmati kelapa muda dan games di tengah sungai, kami bersiap-siap melalui jeram yang tingginya lebih dari semeter, wuiii... deg-degan, deh! Tangan udah memegang tali perahu erat-erat, kaki udah berusaha rileks biar ga keseleo... begitu sampai di jeram langsung teriak sekenceng-kencengnya! Seruuu...! Tapi Indira yang duduk di sebelahku ternyata gusinya berdarah-darah gara-gara dia salah pegangan tali perahu. Waktu di jeram dia terdorong ke depan dan menabrak Harun. Alhasil, dua orang itu meringis kesakitan dan kita malah tertawa-tawa... abisnya gigi Indira sempat menancap di pundak belakang Harun, kayak drakula aja, hahaha....

Selesai rafting, kita 'rafting' di jalan. Sama ngerinya. Kita diangkut pake mobil bak terbuka, melewati jalanan rusak dan sempit sementara di kanan jalan banyak jurang menganga. Di sebuah tanjakan, mobilnya malah sempat mundur lagi karena ga kuat. Alhamdulillah selamat sampai di meeting point lagi hehe... Kalo nggak, aku ga bisa ngeblog lagi dunk... ^_^

Habis berendam (lagi) di Cipanas, rombongan kembali berpisah. Sampe di Cirebon jam 11 malam... Sialnya kosku udah dikunci pintu masuknya. Duh... duh... kesel banget, deh... Udah capek, kekunci di luar, nelpon temen kosku juga ga diangkat-angkat. Untungnya, setelah bertanya sana-sini, aku mendapat nomor mas Slamet yang jaga kos. Pfff... akhirnya bisa tidur di kamar... lumayan bisa tidur beberapa jam sebelum masuk kerja lagi jam 7 paginya... ^_^