Wilujeng Sumping...

Ini blog seorang mida, yang -seperti manusia lainnya- punya banyak kisah dan masalah untuk diceritakan dalam perjalanan hidupnya. Silakan masuk, duduk di mana aja dan baca-baca sesuka hati. Mau teh atau kopi? ^_^

01 Maret 2010

Sebuah Pertunjukkan

Be yourself.

Kalimat ini sungguh familiar. Terdengar di mana-mana, diucapkan banyak orang, di banyak tempat. Kita mungkin telah mengenalnya, jauh sebelum bisa mengucapkan dan mengerti artinya dengan benar. Entah jenius mana yang menemukan rangkaian kata ini pertama kali. Tapi, aku yakin, ia mengeluarkan pikiran ini karena manusia kadang lupa untuk menjadi dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari.

The life we’re living, it’s all a masquarade. Hidup ini bak pesta topeng. Lagu lama yang telah dinyanyikan puluhan bahkan ratusan kali. Pagi hari, ketika kita memutuskan memakai baju tertentu, kita siap untuk berpesta di panggung besar bernama dunia dengan skenario kehidupannya. Kita tampil menjadi wanita kuat, meskipun semalam air mata tertumpah di atas bantal. Kita siap menjadi seorang yang disibukkan pekerjaan dan terlihat smart, meskipun di saat sendiri, kita merutuki diri sebagai manusia paling bodoh dan paling malang sejagat raya.

Lalu kapan kita benar-benar jujur menjadi diri sendiri? Saat merasa tak ada seorang pun melihat kita? Saat di kamar mandi? Oh, yeah, aku yakin setiap orang pernah mengalami fase ‘melarikan diri dari dunia dan pergi ke kamar mandi’. Untuk menangis, atau hanya sekedar mencuci muka agar emosi menjadi reda. Lalu melihat cermin, berusaha mengenali diri kita kembali. Namun bayangan di cermin hanya mampu memberikan wajah dengan ekspresi yang sulit untuk dijelaskan – amarahkah itu? Atau kesedihan?

Keluar dari kamar mandi, kita kembali bersandiwara. Pertanyaan, “kamu nggak apa-apa?” takkan dijawab, “aku jelas APA-APA, aku bahkan hampir gila!” meskipun dalam hati kita menjerit-jerit setengah mati. Tidak, kita tetap berusaha tesenyum dan berkata, “nggak… nggak apa-apa.” Setengah untuk menguatkan diri, setengahnya karena drama yang sedang dimainkan tidak membutuhkan aktor/aktris pengecut dan cengeng. Mainkan atau menyingkir dari sini!

Barulah, ketika semua orang telah pulang, ketika kita kembali sendirian di kamar, kejujuran itu akan tergali lagi. Emosi yang terserap sepanjang hari diputar ulang hingga pikiran kita menjelajah waktu; mengorek-ngorek masa lalu kemudian mengerutkan kening untuk mencari cara mempertahankan diri di masa depan.

Beruntunglah mereka yang memiliki orang-orang tercinta. Karena semua kegilaan dari akting semu itu hilang begitu saja saat memandang wajah polos anak-anak dalam kedamaian mimpi masa kecil mereka. Atau sekedar ucapan selamat tidur dari kekasih yang terpisah jarak. Bahkan dengkuran halus ayah dan ibu yang menandakan nafas mereka masih ada untuk mencintai kita di usia yang tersisa.

Beruntunglah mereka yang mengenal Tuhan. Karena dengan curangnya kita selalu menjadikan Ia sebagai pelarian terakhir. Ah, memangnya mau ke mana lagi? Tempat terbaik untuk melepaskan segala topeng, kostum dan kebohongan hanyalah saat kita benar-benar menghadirkan diri di hadapan-Nya. Raga mungkin diam, tapi hati meleleh, mencair dan mengalir deras seiring do’a dan permohonan untuk keluar dari segala himpitan.

Lalu berusaha memejamkan mata. Dan kembali memakai kostum sandiwara keesokan harinya.

Kurasa, kita memang tak bisa menjadi diri sendiri sepanjang waktu, 24 jam setiap hari. Tak ada cerita mempertahankan ego sebesar planet Jupiter dengan pembenaran ‘inilah aku apa adanya’. Ada bagian yang harus ditunjukkan, ada yang harus disembunyikan dan ada yang harus diubah. Living wild and free sebagai ekspresi kemurnian diri tetap mengikuti takaran ‘seberapa wild’ dan ‘seberapa free’ karena kita bukanlah binatang yang tak tahu aturan.

Kita manusia. Dan kita memang memiliki peran dan skenario masing-masing dengan agama sebagai panduan. Tinggal pilih, menjadi protagoniskah? Atau antagonis? Atau jadi penonton apatis yang tak mau terlibat apapun?

Hanya nurani yang tahu jawabannya.

Gambar diambil dari

3 komentar:

  1. ko gue baca ini jadi merasa kesindir yah mid?
    ;p

    BalasHapus
  2. masa, siy? ini curhat loh, wat, bukan sindiran, hehe... :P btw ntar yah, review hanimun with my bro-nya lagi disusun (sama snow country juga).

    BalasHapus
  3. Ini mengingatkan pada seorang teman sma-ku, secara dia pernah berlibur ke Cirebon saat perayaan Imlek kemarin, dia pernah berkata, "jika kita bekerja untuk Tuhan, maka kita telah menjadi yang Ia inginkan,"

    So, why don't we?

    BalasHapus