Seperti yang udah aku bilang di postingan sebelumnya, acara yang kami rencanakan selalu ga pasti. Ini contoh lainnya.
Sejak dua bulan sebelumnya, kami udah merencanakan untuk trekking ke gunung Merbabu. Udah ngumpulin artikel dan gambar-gambar, cari-cari info rental alat-alat trekking dan operatornya di sekitar Jogja, bahkan udah masang iklan flyer di website. Dua minggu sebelum acara... eng... ing... eng... Kami dikumpulkan di ruang meeting dan pakde bilang ga bisa naik ke Merbabu karena beliau ada meeting di Bandung. Agak susah untuk menempuh Jogja-Bandung dalam waktu cepat karena transportasi yang tersedia hanya jalur darat yang memakan waktu hingga 8 jam. Ada, sih, pesawat Trigana, tapi jadwalnya tidak setiap hari. Dan Pakde mana mau naik pesawat kecil kayak gitu, standar minimal manajer di sini kan Garuda ^_^
Jadi, kami mendadak "pindah gunung" biar pakde tetap bisa ikut. Maka, dicarilah gunung yang relatif dekat dari Bandung. Ibu kota Jabar ini memang dikelilingi gunung, tapi "pendek-pendek", hehe.... Kata pakde, sih, ga menantang ^_^ Pilihan akhirnya jatuh ke kota Garut. Kota ini juga dikelilingi gunung. Ada Papandayan yang terkenal dengan Pondok Salada-nya (padang bunga-bungaan - termasuk Edelweis - di dekat kawah), Gunung Guntur yang tandus dan airnya dimanfaatkan untuk daerah wisata Cipanas serta Gunung Cikuray yang misterius.
Setelah menimbang-nimbang beberapa jam (!), diputuskan kami akan menjajal Cikuray. Gunung mati ini memiliki tinggi 2821 mdpl (kata buku) atau 2818 mdpl (kata wikipedia). Gunung ini merupakan gunung tertinggi keempat di Jawa Barat setelah Ciremai, Pangrango dan Gede. Gunung ini jarang didaki, karena itu jalur hutannya masih rapat. Area kemah di sepanjang jalur juga tidak banyak tersedia. Selain itu, mirip dengan Ciremai yang bentuknya kerucut, di gunung ini tidak tersedia sungai atau mata air. Jadi, perbekalan air harus dibawa dari kaki gunung.
Aku sebenarnya lagi kurang fit, sejak acara workshop di Bandung itu batuk-batuk terus nggak sembuh-sembuh. Asalnya ditambah radang tenggorokan sampai kehilangan suara. Setelah ke dokter, alhamdulillah radangnya sembuh, tapi batuknya betah aja. Awalnya, aku berniat ke dokter lagi sebelum naik. Cuma karena tiap hari lembur jadinya lupa, deh...
So, hari Jum'at tanggal 23 Oktober sekitar jam 7 malam, aku pergi menjemput Yaroh di Bandung. Sebenarnya dia dari Jakarta, sih, cuma kasian juga kalo malam-malam gitu dia naik bis Jakarta-Garut sendirian. Jadilah dia naik travel ke Bandung lalu dijemput di daerah Cihampelas. Selesai makan dan shalat lalu mampir ke minimarket untuk membeli obat-obatan dan kopi panas buat pak sopirnya, kami melaju menuju tol Pasteur dan keluar di pintu tol Cileunyi. Bandung-Garut bisa ditempuh dalam waktu 2 jam aja.
Kami tiba di kota Garut sekitar jam 2 pagi. Harun bilang, meeting point di sebuah rumah makan, melewati "patung singa" di jalan menuju alun-alun kota Garut. Sialnya, kami tersesat. Nanya-nanya sama tukang ojek, sopir elf, penunggu kios, semua kebingungan ditanya soal patung singa ini. Nelpon Harun juga nggak jelas karena dia nggak tahu nama jalannya. Akhirnya kami menelpon Mas Rony dari Kelana Green yang menjadi operator trekking kali ini. Nah, dia juga nggak nyebutin jalan, cuma nyebutin nama daerahnya "Rengganis" (yang ternyata nama penginapan). Padahal kalo aja disebutin nama jalannya "Cimanuk", kami bisa menemukannya dengan mudah melalui GPS yang dibawa Yaroh. Kebiasaan orang Garut kali ya, ga mau nyebutin jalan.... Dan yang menyebalkan, "patung singa" yang disebut Harun ternyata patung harimau (dalam bahasa Sunda = maung), yang menjadi lambang Kodam Siliwangi (patung itu memang terletak di depan bangunan milik militer). Kenapa sih banyak orang ga bisa membedakan singa dan harimau? Meskipun sama-sama kucing besar nan lucu, tapi kan bentuknya beda banget!
Pokoknya setelah bertemu rombongan Mas Rony, kami kembali melaju ke arah Cilawu. Pendakian yang akan kami tempuh berawal di perkebunan teh Dayeuh Manggung di daerah Cilawu. Sempat tidur sebentar di mobil dan bangun untuk shalat Subuh di pos satpam di pintu masuk menuju perkebunan.
Mobil dan bis ditinggal di sini dan kami diangkut dengan L-300 pick up menuju titik awal pendakian di stasiun pemancar televisi (karena merupakan titik tertinggi di Garut, banyak stasiun televisi mendirikan pemancar di daerah ini). Jalannya menanjak, berkelok-kelok dan di beberapa bagian rusak parah.
Anggota Kelana Green mempersiapkan sarapan. Thank God, cowok-cowok itu bisa masak jadi nasi goreng "darurat"-nya enak ^_^ Waktu di Gunung Gede dan Ciremai, rasa nasinya selalu aneh, tapi kali ini tidak. Bahkan waktu di gunung, mereka menumis kornet dengan sosis dan potongan cabe rawit ditambah bumbu mie instan, enak juga! Hehehe....
Trekkingnya belom mulai jadi masih bisa nyengir
Kami mulai trekking hari Sabtu, sekitar pukul 9 pagi. Perjalanan awal melewati perkebunan teh udah bikin ngos-ngosan. Tapi pemandangannya indah dan hijau menyegarkan mata ^_^. Saat sampai ke pintu hutan, kami melihat sejenak ke arah bukit demi bukit yang telah dilewati. Menara pemancar di kejauhan terlihat kecil di antara hamparan kebun teh yang mirip karpet, lucu deh, hihihi....
Jalur awal melewati perkebunan teh udah bikin ngos-ngosan
Awalnya, tumbuhan masih berupa ilalang setinggi dada. Makin ke dalam hutan, pohonnya makin tinggi, rapat dan ditumbuhi lumut. Jalurnya... wuidiiiiih.... ga seperti gunung lain yang menanjak perlahan-lahan, jalur di gunung ini ga pake basa-basi, dari awal aja kemiringannya bisa lewat dari 70 derajat. Aku jadi sering merangkak kepayahan dan akhirnya muntah-muntah dua kali (oops!), hehehe.... Kombinasi antara batuk, masuk angin, kecapekan dan kedinginan :D Untungnya, teman-teman seperjalananku baik-baik. Mereka terus memberiku semangat. Kalo Yaroh, sih, bentuk perhatiannya ngomel-ngomel, hehehe.... Dan aku akhirnya minum tolak angin untuk menghindari omelan tingkat lanjutnya :D
Meskipun lemes, masih bisa gaya dunk ^_^
Menjelang Dhuhur, sering kedengaran gemuruh guntur di kejauhan (eh, ngomong-ngomong soal guntur, Guntur alias Gunle kali ini ga ikut pendakian karena harus memperbaiki laptopnya di Bandung, sekalian pacaran sama Nengnya kali, ya, hihihi.... Yaroh jadi kangen sama tu anak). Kami mempercepat langkah untuk menghindari hujan. Tapi, tak sampai satu jam kemudian gerimis mulai turun. Kami semua cepat-cepat memakai raincoat.
Kata Chippy, aku pake raincoat jadi mirip tukang ojek, bhuhuhu...
Hujan akhirnya turun dengan lebatnya, hiksss.... Jalur yang menanjak itu kini dialiri air hingga jalannya jadi licin. Kami terus melangkah perlahan dan hati-hati, soalnya kalo berhenti malah jadi menggigil kedinginan. Mantap, deh.... Waktu di bawah, Pakde sampai bilang kalo medan Cikuray lebih parah dibanding Gunung Slamet....
Hujannn....!
Hati-hati naiknya, ya!
Tadinya kami berencana berkemah di Puncak Cikuray. Namun, berhubung hujan dan angin dinginnya membuat jemari kami mulai kebas dan mati rasa, akhirnya tenda-tenda didirikan di areal yang dinamakan Puncak Bohong, sekitar pukul 3 sore. Api unggun agak susah dibuat karena kayu-kayunya basah. Tapi, api kecil dan penuh asap itu lumayan membantu menghangatkan telapak tangan. Tidur menggigil dengan sleeping bag di atas matras lembab membuatku semakin terbatuk-batuk heboh, sampai aku merengek pada Yaroh pengen pulang aja. Dan Harun dengan kalemnya menjawab, "Emang siapa yang mau nganterin turun?" Huhuhu.... Karena lemas dan kedinginan, aku jadi ogah naik ke Puncak esok paginya. Apalagi (karena ga bisa tidur sementara Yaroh di sebelahku bisa ngorok), aku nguping pembicaraan Harun dengan cowok-cowok lainnya, mereka ingin melihat sunrise di puncak, jadi trekking ke sana akan dilakukan jam 3 pagi. Hwaaaa.... Tega banget, sih....
Ah, ternyata mereka sepakat naik setelah Subuh. Setelah tidur ayam ga jelas, aku bangun ogah-ogahan jam 5 pagi. Selesai shalat, yang lain udah siap-siap naik. Aku masih mikir-mikir.... Puncak gunung ini sebenarnya salah satu tempat yang ingin dilihat Papaku (Papa selalu penasaran, kayak gimana, sih, puncak gunung yang bentuknya masih kerucut ini). Waktu aku mau pergi, Papa bahkan sampai ngiri pengen ikut, hihihi.... So, aku jadi termotivasi lagi, pengen cerita sama Papa. Apalagi udah sejauh dan secapek ini aku berjalan, udah sakit-sakitan, hujan-hujanan, masa mau nyerah di sini, sih? Tinggal dikit lagi....
Akhirnya, tanpa sarapan, aku berlari menyusul Yaroh cs. Eh, mereka cepet banget hilangnya, huhuhu.... Untung masih ada Mas Agung, Mas Susanto dan Kang Ade (guide dari Kelana Green) yang bersiap naik juga. Aku jadi ngintil-ngintil mereka. Biasanya kalo acara naik gunung gini, Mas Agung & Mas Susanto selalu jadi yang pertama sampai di Puncak. Mereka cepet banget, jalur yang menanjak cukup dilompati hup... hup... dan dalam waktu beberapa menit aja udah nyampe ratusan mdpl, hahaha.... Keberadaanku jelas jadi memperlambat mereka. Tapi mereka santai banget, malah heboh ngasih semangat, ngasih minum dan sekotak susu (gara-gara di tengah jalan lambungku berulah karena lupa sarapan ^_^). Sepanjang jalan aku banyak ketawa mendengar celetukan-celetukan Mas Susanto.
Untungnya jalur dari Puncak Bohong ke Puncak (yang asli, bukan bohong, hehe...) banyak yang landai. Dalam waktu kira-kira 90 menit, kami sudah sampai di atas. Karena gunung mati, gunung ini ga ada kawahnya. Puncaknya sempit, kira-kira hanya seluas lapangan futsal aja, dengan sebuah bangunan kecil bekas tempat pengontrolan menara pemancar (yang sekarang pemancar segede gaban itu udah raib entah ke mana, padahal di blog orang lain masih ada fotonya tuh) menjadi pemandangan ganjil di tepi puncak.
Yaroh nemu bendera rombeng di puncak
Tapi pemandangannya tetep asik. Ada lautan awan di bawah yang bergulung-gulung seperti di Puncak Ciremai. Ada hamparan kota Garut serta asap kawah Gunung Papandayan yang mengepul jauh di seberang. Ada Gunung Guntur yang kemerahan di sisi lainnya. Kabarnya kalo lagi cerah, kita juga bisa melihat batas Pantai Selatan. Namun, sepertinya saat itu Cikuray agak berkabut. Dan anginnyaaaa.... masya Allah, gede banget!!! Juga ga berhenti-berhenti! Brrr.... aku sering mojok berlindung di balik bangunan kecil untuk menghindari terjangan angin dingin. Suara angin yang menerpa pepohonan hutan Cikuray malah terdengar seperti suara ombak ^_^.
Lautan awan di belakang bagus, deh....
Puas berfoto-foto, kami kembali turun. Kali ini, aku jadi semangat lagi. Rasanya semua lelah terbayar lunas melihat pemandangan puncak. Dalam waktu satu jam, kami telah sampai kembali ke Puncak Bohong. Sarapan telah menunggu, yummm....
Setelah membereskan peralatan, kami mulai turun kembali ke bawah. Alhamdulillah cuaca cerah dan jalur ga terlalu licin. Perjalanan turun relatif cepat, hanya sekitar lima jam aja dari Puncak Bohong. Soalnya satu langkah turun aja udah setengah meter sendiri saking jalurnya curam, hehe.... Kalo naik kan lebih capek, kalo turun enak, begitu melihat turunan curam tinggal menggelosor aja kayak anak kecil, hihihi.... Tapi pernah tuh, aku menghindari jalur di pinggir jurang, jadi nekat naik ke cabang pohon yang melintang trus ceritanya mau loncat. Eh, taunya jalan di balik pohon itu lebih rendah dan licin. Jadi terjebak nangkring di pohon sambil merengek ga bisa turun. Yaroh sampe ketawa dengan puasnya. Bukannya nolongin, dia malah sempet-sempetnya ngambil fotoku lagi menderita gitu. Akhirnya aku turun dibantu Kang Ade, hehe....
Terjebak nangkring di pohon
Seru dan melelahkan. Tapi kalo diajakin lagi naik ke Cikuray pas musim hujan gitu, ogah ah.... Mendingan aku tidur guling-guling di rumah aja deh... :p
PS. All photos are courtesy of http://zahrohtul.multiply.com/
patung singanya udah keburu naik ke cikuray, makanya ga ketemu
BalasHapusNGAKAK LIAT PHOTO KOALA NYANGKUT DI POHON HAKHAKHAKHAK...!!!
BalasHapus@mbak muti: ckckck... mbak... itu bukan patung singa, tapi chippy 'mardhani' dawson, masa ga bisa bedain ci? :p
BalasHapus@septa: itu bukan koala, tapi beruang madu :D
waaahhh asik bgt deh petualangannya... *pengeeeennnn*
BalasHapuskunjungan pertama, salam kenal dan salam silaturrahmi
salam, ^_^
melihat perjalanan ini mengingatkan aku pada saat2 pendakian dulu...jd kangen buat melakukannya kembali.
BalasHapussalam kenal
kapan yah saya bisa melakukan seperti pemilik blog ini..??? menantang bgt sepertinya...
BalasHapuswadooww... hati-hati mba... hehe
BalasHapusmanjat asyik ouy....
aku juga suka manjat2...apalgi kalo da buahnya :)
jadi pengen....
BalasHapusslam kenal, wah artikelny bagus, bs jd latihan sementara sebelum pendakian, insya allah 24 des 2009 nanti aku dan rekan2 ingin ksana.. doakan y spy selamat.. (adikonomi/cibubur)
BalasHapusSalam kenal juga! Ati2 dan cek lagi perlengkapan trekkingnya sebelom naik ya! Semoga sukses! ^_^
BalasHapusInsya Allah tanggal 25 kami akan napak tilas ke sana. tanggal 24 ke papandayan. mohon doa nya dan. SALAM RIMBA. salam kenal yah
BalasHapusWah, jangan2 naeknya barengan adikonomi nih... ^_^ Oke, semoga semuanya selamat dan sukses, amin... Salam Rimba!
BalasHapusWah keren-keren, kapan saya bisa kesana yah (padahal orang garut). kekekkek.
BalasHapus